KISAH FATIMAH AZ-ZAHRA DAN UWAIS AL-QARNI

A.  Sayyidah Fathimah Az-Zahra

1.      Hari Lahir  Sayyidah Fathimah
Sayyidah Fathimah  lahir pada tanggal 20 Jumadil Tsani tahun ke lima hijriah. Pada masa itu usia ayahnya, Nabi Muhammad saw 45 tahun dan usia ibunya, Khadijah binti Khuwailid 60 tahun. Nama-nama beliau antara lain : Fathimah, Shiddiqah, Zahra, Mubarakah, Radhiyah, Mardhiyah, Thohirah, Zakiyah, Muhaddatsah.
Julukan beliau lebih dari tiga puluh sebagaimana yang ada dalam ziarah-ziarah atau sifat-sifat yang telah disebutkan oleh Rasulullah sendiri untuk beliau seperti, Ummul Aimmah, Ummu abiha, Ummul hasan, Ummul husein, Ummul muhsin, Batul, Haniyah, Al-Hurrah, Hashon, Haura insiyah, sayyidah An-Nisa Al-Alamin, shobirah, muthohharah, syahidah, dan sebaginya.
Beliau dinamakan Fathimah yang artinya putus, pisah yakni beliau dan para pengikutnya terpisah dan terputus dari api neraka.
2.      Masa Kecil Sayyidah Fathimah

Beliau hidup pada zaman yang penuh tantangan karena pada masa itu adalah masa dakwah ayahnya dalam mengajak masyarakat untuk beriman kepada Allah swt. di mana orang-orang Quraisy pada saat itu karena kesombongannya dengan harta kekayaan dan nasabnya mereka merasa bangga dan tidak mau beriman kepada Allah swt. Faktor lain yang membuat mereka tidak beriman adalah mengikuti agama dan keyakinan nenek moyang mereka sebagai penyembah berhala. Pada kondisi seperti ini hanya sedikit orang-orang yang beriman kepada Allah swt dan kenabian Muhammad saw. mereka yang beriman khususnya para mustadh’afin dan orang-orang yang teraniaya.
Selain Nabi Muhammad sekeluarga ada beberapa keluarga yang beriman antara lain keluarga Yasir bin Amir dan anak istrinya yang bernama Sumayyah dan Ammar bin Yasir. Sumayyah adalah wanita syahid pertama dalam islam. Ia terbunuh karena  membela islam dan Rasulullah saw sehingga rela dibantai oleh kaum Quraisy. Orang yang mendukung Rasulullah dalam rumah adalah Khadijah binti Khuwailid dan pendukung di luar rumah adalah paman Rasulullah saw yang bernama Abu Thalib. Akan tetapi setelah meninggalnya Khadijah dan Abu Thalib, Fathimah lah  yang menjadi pendukung ayahnya di rumah karena sepeninggal Khadijah dan Abu thalib orang-orang kafir semakin merajalela dalam memusuhi Rasulullah saw.
Pada tahun kelima hijriah  ibu Sayyidah Fathimah a.s. meninggal dunia. Beliau hidup bersama ayahnya sehingga saat orang-orang kafir menganiaya ayahnya. Beliau adalah satu-satunya orang yang selalu menjadi pendingin dan penenang hati ayahnya. Oleh karenanya beliau dijuluki sebagai Ummu abiha, yakni ibu ayahnya. Beliau selain sebagai putri juga sebagai ibu dari ayahnya dalam mengemban risalah islam.
3.      Fathimah Az-Zahra sebagai Sosok Teladan Bagi Wanita Seluruh Alam

Ali bin Abi Thalib tidak berani melamar Fatimah karena kemiskinannya. Namun, Nabi Muhammad SAW mendorongnya dengan memberi bantuan sekedarnya untuk persiapan rumah tangga mereka. Mas kawinnya sebesar 500 dirham (setara dengan 10 gram emas), sebagian diperolehnya dengan menjual baju besinya. Nabi Muhammad SAW memilih Ali sebagai sumai Fatimah karena ia anggota keluarga yang sangat arif dan terpelajar, di samping merupakan orang pertama yang memeluk islam. Ketika sudah menjadi istri Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az-Zahra hidup sederhana bahkan sering kekurangan. Telah beberapa kali beliau harus menggadaikan barang keperluan rumah tangga, bahkan hingga kerudung beliau juga ikut terjual hanya untuk memperoleh makanan.

Namun, mereka tetap bahagia dan lestari sebagai suami istri hingga akhir hayat.
Semasa hidupnya, Fatimah Az-Zahra dapat saja hidup dengan mudah bahkan dengan harta melimpah karena beliau adalah putri Nabi Muhammad SAW. Namun hal itu tidak beliau lakukan. Beliau memilih hidup sederhana daripada bergelimang harta dunia meskipun beliau termasuk dalam golongan yang mampu.Beliau melakukan itu semua demi menghindari sifat mendewakan dunia. Dalam sebuah hadits ada yang meriwayatkan bahwa Fatimah Azzahra adalah bagian dari Rasulullah SAW, dari itu siapa saja yang menyakitinya berarti dia telah menyakiti juga Rasulullah SAW. Begitu juga sebaliknya, bagi siapa saja yang membuatnya gembira, maka ia telah membahagiakan Rasululah SAW. Begitu sangat sayangnya Rasulullah SAW kepada putrinya, Fatimah Az-Zahra.

Fatimah Azzahra dikenal sebagai seorang wanita teladan, fasih dan pintar. Ia banyak sekali meriwayatkan hadits dari ayahnya kepada putranya Hasan dan Husein. Dan mungkin ini merupakan salah satu alasan kenapa Rasululah SAW menyayangi Fatimah Azzahra, karena di kemudian hari Fatimah Azzahra telah banyak membantu umat islam dalam hal hadits yang shahih. Bukan saja hanya menularkan haditsnya kepada anak-anaknya, namun Fatimah Azzahrah ini juga banyak memberikan hadits dan disampaikan kepada suaminya, Aisyah, Ummu Salamah, Salma Ummu Rafi' dan Anas bin Malik. Beliaulah salah satu wanita teladan umat islam karena beliau yang paling dekat dan paling lama bersama Nabi Muhammad SAW. Di kalangan penganut Syiah, beliau dan Ali bin Abi Thalib dianggap sebagai ahlul Bait (pewaris kepemimpinan) Nabi Muhammad SAW.

4.      Wafatnya Fatimah Az-Zahra

Fatimah Az Zahra, putri bungsu Rasulullah SAW meninggal dunia pada 3 Ramadan 11 Hijriah di usia 27 tahun. Fatimah yang meninggalkan 4 orang anak, Hasan, Husain, Zainab dan Ummu Kultsum.

Kepergian Fatimah membawa duka yang mendalam bagi umat Islam. Fatimah wafat tidak lama setelah wafatnya Rasulullah saw. Saat Rasulullah diakhir hayatnya, Fatimah datang menghampiri sambil menangis. Fatimah sedih kerena takut kehilangan ayah tercinta. Fatimah lalu dibisiki oleh Rasul, kemudian Fatimah yang tadi menangis tiba-tiba tersenyum. Ternyata Rasulullah mengatakan bahwa Fatimah adalah orang pertama dari keturunannya yang akan menyusul menghadap Ilahi. 6 bulan kemudian, Fatimah sakit dan meninggal. Umat Islam berbondong ke Masjid Nabawi untuk menyalatkan beliau. Salat jenazah dipimpin oleh Ali ra. Salat jenazah gelombang kedua dipimpin pamannya Abbas bin Abdul Muthalib ra. Jenazah Fatimah lalu dibawa ke Makam Baqi, dimakamkan bersebelahan dengan saudaranya, Zainab ra, Ruqayyah ra dan Ummu Kultsum ra.

B.  Uwais Al-Qarni

1.      Uwais Al-Qarni, Pemuda Istimewa di Mata Rasulullah

Di Yaman, tinggallah seorang pemuda bernama Uwais Al Qarni yang berpenyakit sopak. Karena penyakit itu tubuhnya menjadi belang-belang. Walaupun cacat tapi ia adalah pemuda yang saleh dan sangat berbakti kepada ibunya, seorang perempuan wanita tua yang lumpuh. Uwais senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan ibunya. Hanya satu permintaan yang sulit ia kabulkan.“Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi akan bersamamu. Ikhtiarkan agar ibu dapat mengerjakan haji,” pinta sang ibu.

Mendengar ucapan sang ibu, Uwais termenung. Perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh, melewati padang tandus yang panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Lantas bagaimana hal itu dilakukan Uwais yang sangat miskin dan tidak memiliki kendaraan?

Uwais terus berpikir mencari jalan keluar. Kemudian, dibelilah seekor anak lembu, kira-kira untuk apa anak lembu itu? Tidak mungkin pergi haji naik lembu. Uwais membuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi ia bolak-balik menggendong anak lembu itu naik turun bukit. “Uwais gila... Uwais gila..” kata orang-orang yang melihat tingkah laku Uwais. Ya, banyak orang yang menganggap aneh apa yang dilakukannya tersebut.

Tak pernah ada hari yang terlewatkan ia menggendong lembu naik-turun bukit. Makin hari anak lembu itu makin besar, dan makin besar pula tenaga yang diperlukan Uwais. Tetapi karena latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak terasa lagi.

Setelah 8 bulan berlalu, sampailah pada musim haji. Lembu Uwais telah mencapai 100 kilogram, begitu juga otot Uwais yang makin kuat. Ia menjadi bertenaga untuk mengangkat barang. Tahukah sekarang orang-orang, apa maksud Uwais menggendong lembu setiap hari? Ternyata ia sedang latihan untuk menggendong ibunya. Uwais menggendong Ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Makkah! Subhanallah, alangkah besar cinta Uwais pada ibunya itu. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan ibunya. Uwais berjalan tegap menggendong ibunya wukuf di Ka’bah. Ibunya terharu dan bercucuran air mata telah melihat Baitullah. Dihadapan Ka’bah, ibu dan anak itu berdoa.

“Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” kataUwais.
“Bagaimana dengan dosamu?”Tanya sang Ibu keheranan.
Uwais menjawab, “Dengan terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk surga.
Cukuplah ridha dari ibu yang akan membawaku kesurga.”

Itulah keinginan Uwais yang tulus dan penuh cinta. Allah subhanahu wata’ala pun memberikan karunia untuknya. Uwais seketika itu juga sembuh dari penyakit sopaknya. Hanya tertinggal bulatan putih ditengkuknya. Tahukah kalian apa hikmah dari bulatan disisakan di tengkuknya Uwais tersebut? Ituah tanda untuk Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib, dua sahabat Rasulullah untuk mengenali Uwais.

Beliau berdua sengaja mencari di sekitar Ka’bah karena Rasulullah berpesan, “Di zaman kamu nanti akan lahir seorang manusia yang doanya sangat makbul. Kalian berdua, pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman.”

2.      Uwais Al-Qarni Pergi Ke Madinah

Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al Qarni sampai juga di kota Madinah. Segera ia mencari rumah Nabi Muhammad. Setelah ia menemukan rumah Nabi, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al Qarni menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi tidak berada di rumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al Qarni hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah r.a., istriNabi.Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi, tetapi Nabi tidak dapat dijumpainya.

Dalam hati Uwais Al Qarni bergejolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi dari medan perang. Tapi kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih terniang di telinganya pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman, “Engkau harus lepas pulang.”Akhirnya, karena ketaatanya kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi. Karena hal itu tidak mungkin, Uwais Al Qarni dengan terpaksa pamit kepada Siti Aisyah r.a., untuk segera pulang kembali ke Yaman, dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi. Setelah itu, Uwais pun segera berangkat pulang mengayunkan lengkahnya dengan perasaan amat sedih dan terharu.

Sesampainya di rumah, Nabi menanyakan kepada Siti Aisyah r.a., tentang orang yang mencarinya. Nabi mengatakan bahwa Uwais anak yang taat kepada orang ibunya, adalah penghuni langit. Mendengar perkataan Nabi, Siti Aisyah r.a. dan para sahabat tertegun. Menurut keterangan Siti Aisyah r.a. memang benar ada yang mencari Nabi dan segera pulang ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Nabi Muhammad melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al Qarni, penghuni langit itu, kepada sahabatnya, “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih ditengah telapak tangannya.”Sesudah itu Nabi memandang kepada Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khaththab seraya berkata, “Suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”Waktu terus berganti, dan Nabi kemudian wafat. Kekhalifahan Abu Bakar pun telah digantikan pula oleh Umar bin Khaththab. Suatu ketika Khalifah Umar teringat akan sabda Nabi tentang Uwais Al Qarni, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kembali sabda Nabi itu kepada sahabat Ali bin Abi Thalib. Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib selalu menanyakan tentang Uwais Al Qarni, si fakir yang tak punya apa-apa itu. yang kerjanya hanya menggembalakan domba dan unta setiap hari? Mengapa Khalifah Umar dan sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib selalu menanyakan dia?

Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais Al Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang baru datang dari Yaman, segera Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais ada bersama mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib segera pergi menjumpai Uwais Al Qarni.

Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang salat. Setelah mengakhiri salatnya dengan salam, Uwais menjawab salam Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib sambil mendekati kedua sahabat Nabi tersebut dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah dengan segera membalikan telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan Nabi. Memang benar! Tampaklah tanda putihdi telapak tangan Uwais Al Qarni.

Wajah Uwais nampak bercahaya. Benarlah seperti sabda Nabi. Bahwa ia adalah penghuni langit. Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah”. Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al Qarni”.

Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. akhirnya Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib memohon agar Uwais membacakan doa dan Istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “Saya lah yang harus meminta do’a pada kalian”.

Mendengar perkataan Uwais, “Khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari Anda”. Seperti dikatakan Rasulullah sebelum wafatnya. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais Al Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.

3.      Meninggalnya Uwais Al-Qarni

Beberapa tahun kemudian, Uwais Al Qarni berpulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan di mandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang ingin berebutan ingin memandikannya. Dan ketika di bawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang sudah menunggu untuk mengafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburannya, di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa ke pekuburannya, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk menusungnya.   

Meninggalnya Uwais Al Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak kenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais Al Qarni adalah seorang yang fakir yang tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.

Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “Siapakah sebenarnya engkau Wahai Uwais Al Qarni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari hanyalah sebagai pengembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatnya, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal.mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya.”

Berita meninggalnya Uwais Al Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar kemana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais Al Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al Qarni disebabkan permintaan Uwais Al Qarni sendiri kepada Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib agar merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang telah di sabdakan oleh Nabi, bahwa Uwais Al Qarni adalah penghuni langit.




4.      Suri Tauladan Uwais Al-Qarni

a.      Uwais Al-Qarni ingin Bertemu Rasulullah Saw.
b.      Ketaatan Uwais Al-Qarni terhadap Pesan Ibunya .
c.       Seorang yang zuhud dan shaleh.
d.      Berbakti kepada ibunya.
e.       Tidak ingin amal nya di ketahui orang lain.
f.       Taat Kepada Allah SWT.
g.      Sabar dalam hal apapun.



Komentar